Wednesday, November 27, 2019

Pengembangan Kelembagaan Masyarakat


Pengembangan Kelembagaan Masyarakat

A. Perbedaan Penting Organisasi dan Lembaga
Sebelum membahas Konsepsi Pengembangan Kelembagaan Masyarakat, mari kita bahas dulu definisi tentang kelembagaan dan bedanya dengan organisasi. 
Definisi Kelembagaan memang cukup membingungkan, makna dan artinya sering dipertukarkan dengan organisasi. “What contstitutes an ‘institution’ is a subject of continuing debate among social scientist….. The term institution and organization are commonly used interchangeably and this contributes to ambiguityand confusion” (Norman Uphhof. 1986).
Menurut Syahyuti yang dikutip dari http://websyahyuti.blogspot.com/2007/08/kelembagaan-dan-lembaga-dalam.html, Sebagian besar literatur hanya membanding-banding apa beda “kelembagaan” dengan “organisasi”. Setidaknya ada empat bentuk cara membedakan yang terlihat selama ini, yaitu:
(1)     Kelembagaan cenderung tradisional, sedangkan organisasi cenderung modern (Uphoff, 1986). Menurut Horton dan Hunt: “... institution do not have members, they have followers” (Horton dan Hunt, 1984).
(2)     Kelembagaan dari masyarakat itu sendiri dan organisasi datang dari atas. Tjondronegoro: ”… lembaga semakin mencirikan lapisan bawah dan lemah, dan organisasi mencirikan lapisan tengah dengan orientasi ke atas dan kota” (Tjondronegoro, SMP. 1999).
(3)     Kelembagaan dan organisasi berada dalam satu kontinuum, dimana organisasi adalah kelembagaan yang belum melembaga (Uphoff, 1986). Pendapat ini sedikit banyak juga berasal dari dari Huntington yang menyatakan: “Organization and procedures vary in their degree of institutionalization……Institutionalization is the process by which organizations and procedures acquire value and stability” (Huntington, 1965). Serta,
(4)     Organisasi merupakan bagian dari kelembagaan (Binswanger dan Ruttan, 1978). Dalam konteks ini, organisasi merupakan organ dalam suatu kelembagaan. Keberadaan organisasi menjadi elemen teknis penting yang menjamin beroperasinya kelembagaan.
Meskipun belum sepakat, namun dapat diyakini bahwa kelembagaan adalah social form ibarat organ-organ dalam tubuh manusia yang hidup dalam masyarakat. Kata “kelembagaan” (Koentjaraningrat, 1997) menunjuk kepada sesuatu yang bersifat mantap (established) yang hidup (constitued) di dalam masyarakat. Suatu kelembagaan adalah suatu pemantapan perilaku (ways) yang hidup pada suatu kelompok orang. Ia merupakan sesuatu yang stabil, mantap, dan berpola; berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat; ditemukan dalam sistem sosial tradisional dan modern, atau bisa berbentuk tradisional dan modern; dan berfungsi untuk mengefisienkan kehidupan sosial.

Organizations are strutures of recognized and accepted roles, Institutions are complexes of norms an behaviours that persist over time by serving collectively (socially) valued purposed.
(Organisasi adalah struktur peran yang telah dikenal dan diterima. Kelembagaan/pranata adalah serangkaian norma dan perilaku yang sudah bertahan atau digunakan selama periode waktu tertentu - yang relatif lama- untuk mencapai maksud/tujuan bernilai kolektif/bersama atau maksud-maksud yang bernilai sosial)

Norman T Uphoff[1] dengan gamblang menggambarkan perbedaan yang jelas antara Organisasi dan kelembagaan, sebagai berikut:







Agung Pramono PW [2] sebagaimana mengutip dari Simanjuntak:2001, mengilustrasikan dengan sangat jelas perbedaan Organisasi dan lembaga sebagai berikut:


Ada beberapa tipe kelembagaan (pranata), yaitu:
1.    Ada kelembagaan yang bukan organisasi (institutions that are not organizations)
2.    Ada kelembagaan yang juga merupakan organisasi (Institutions that are organizations)
3.    Dan ada organisasi yang bukan kelembagaan (Organizations that are not institutions)
Bila dicontohkan dalam sistem pengelolaan keuangan dan perbankan, berdasarkan skema tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.    Undang-undang perbankan sebagai suatu kelembagaan (institution) dalam rangka penyediaan layanan jasa keuangan sudah menjadi kebutuhan warga bahkan juga masyarakat di dunia. Segala peraturan didalamnya "membingkai" norma dan perilaku untuk kegiatan simpan pinjam uang, akan tetapi UU Perbankan tidak memiliki struktur yanbg dikenal seperti Ketua (direktur) dsb. Oleh karena itu UU perbankan adalah kelembagaan tapi bukanlah organisasi.
2.    Adalagi organisasi yang bukan lembaga, yaitu Arisan ibu-ibu di suatu RT. Sudah merupakan organisasi mengingat di dalamnya sudah ada, ketua, sekretaris, bendahara, dan diakui serta dikenal oleh warga disitu. Akan tetapi keberadaannya bisa bubar setelah seluruh anggota arisan mendapat giliran memperoleh uang arisan.
3.    Sedangkan satu lagi adalah Bank. Bank bisa disebut sebagai organisasi, karena di dalamnya ada sturktur peran yang sudah dikenal dan diterima oleh semua pihak seperti adanya Direktur, ada Bagian Kredit dan adapula bagian pelayanan nasabah. Sebagai sebuah kelembagaan, Bank sebagai penyedia jasa untuk melakukan "simpan-pinjam" uang, penggunaan jasa Bank sudah menjadi norma dan perilaku masyarakat luas yang memiliki dan memerlukan uang. Karenanya Bank adalah kelembagaan yang juga organisasi.
Menyimak hal ini maka sebuah organisasi suatu saat dapat saja menjadi sebuah kelembagaan, bilamana fungsi dan perannya dalam kaitannya dengan kepentingan warga diakui luas sebagai suatu norma dan perilaku bersama.
Syahyuti dalam blognya juga menulis bahwa ilustrasi pembeda antara organisasi dan lembaga/kelembagaan adalah sebagai berikut:

Secara sederhana kita dapat membedakan dengan begini, Kata "kelembagaan" mesti diikuti oleh kata kerja, contohnya "kelembagaan penyediaan modal" dst. Sedangkan, "Organisasi" selalu diikuti oleh kata benda, misalnya lembaga koperasi, lembaga Gapoktan, dst.
Maka, untuk kelembagaan penyediaan input usahatani misalnya dapat dijalankan lembaga kelompok tani, Gapoktan, KUAT, koperasi, dan UPJA. Kelembagaan penyediaan jasa informasi dapat dilakukan oleh petani secara individual, atau melalui lembaga, yaitu bisa kelompok tani, bisa Gapoktan, bisa Posyanluh Desa, Klinik Agribisnis, atau Kelompencapir.

 







B. Pengembangan Kelembagaan Masyarakat (suatu Konsepsi)
Kelembagaan masyarakat adalah unsur pembentuk modal sosial masyarakat. Menurut Bank Dunia (1999) modal sosial lebih diartikan kepada dimensi institusional, hubungan yang tercipta, norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat. Modal sosial pun tidak diartikan hanya sejumlah institusi dan kelompok sosial yang mendukungnya, tapi juga perekat (social glue) yang menjaga kesatuan anggota kelompok sebagai suatu kesatuan.
Bila merujuk pada pengertian sebelumnya, maka menurut Agung Pramono:2011[3] kita bisa memperoleh gambaran tentang apa yang dimaksud dengan pengembangan kelembagaan. Pengembangan kelembagaan adalah Perencanaan, penataan dan pembinaan pola perilaku, yang:
1.    Mewujudkan adanya inovasi
2.    Adanya nilai-nilai baru dengan tujuan inovasi dan nilai baru tersebut akan mewarnai pola perilaku yang dibina untuk selanjutnya dicarikan dukungan dari lingkungan
Dengan kata lain merupakan usaha untuk mengadakan perubahan secara terencana terhadap pola perilaku yang mengacu pada suatu inovasi tertentu dengan menciptakan perubahan pada sistem mikro dan sistem makro masyarakat
Spektrum pengembangan kelembagaan menurut Josep W Eaton mencakup hal-hal sebagai berikut:


C. Proses Pelembagaan



Suatu organisasi suatu saat dapat saja menjadi kelembagaan jika fungsi dan peran organisasi tersebut dalam kaitannya dengan kepentingan warga diakui sebagai norma dan perilaku bersama, membutuhkan waktu, dan oleh karena itu butuh: Institutionalizing (Pelembagaan). 
Oleh karenanya Proses pelembagaan adalah bagian akhir yang penting dari sebuah proses pengembangan kelembagaan masyarakat

Menurut Soerjono Sukanto dan juga SimanjuntaSecara umum proses pelembagaan digambarkan dalam skema sebagai berikut:


Pada tahapan yang pertama, biasa pihak yang akan melembagakan satu kelembagaan menawarkan satu norma baru atau tatanan kepada siapa itu akan dilembagakan. Norma baru ini kemudian diperkenalkan melalui satu proses sosialisasi yang intens. Kemudian setelah diperkenalkan dan disosialisasikan proses alamiah akan membuat apakah norma baru tersebut diterima dan diakui sebagai norma yang mungkin dapat diterapkan di pihak tersebut, sehingga timbul penghargaan pihak-pihak tersebut terhadap norma baru, kemudian ditaati dan pada akhirnya dihayati sebagai norma yang dimiliki mendarah daging, dipelihara dan dijaga sedemikian rupa.

D. Beberapa Salah Kaprah Pengembangan Kelembagaan Masyarakat

Dalam prakteknya Pengembangan Kelembagaan Masyarakat misalnya dalam program-program pemerintah cenderung terjadi salah kaprah seperti sebagai berikut:

  • Pada program dgn pendekatan kelembagaan lokal, intervensi formalisasi lembaga  bersumber dari pandangan aspek legalisasi formal, padahal jauh lebih penting pengembangan norma dan perilaku positifnya (Kasus LKMD atau LPM bs jadi contoh)
  • Langkah formalisasi organisasi kadang bukan merupakan kebutuhan warga tapi kebutuhan para administratur pemb, penanggung jawab proyek, konsultan, Lembaga donor,dll
  • Terlalu sering dijumpai untuk membentuk organisasi, pelaksana proyek sudah membuat rancangan AD & ART (Suprastruktur Org) (membangun atap rumah tanpa dinding)
  • Pemberdayaan penting dalam pengembangan warga, penyebab ketidakberdayaan adalah oppressive structures (struktur yang menekan). Oppressive structures ini ada pada organisasi karena dia adalah Structure of recognized and accepted roles





[1] Uphoff, Norman T. 1986. Op.Cit (p.8)
[2] Pramono PW, Agung, 2011, Pengembangan Kelembagaan Lokal, Management Studio & Clinic. (p.69) 
[3] Pramono PW, Agung, 2011, Op.Cit (p.89) 

No comments:

Post a Comment

Modal Sosial dan Pengembangan Kelembagaan Masyarakat dalam Penanggulangan Kemiskinan

Modal Sosial dan Pengembangan Kelembagaan Masyarakat dalam Penanggulangan Kemiskinan A.  Ulasan modal sosial Pada bahasan sebelumnya, ...