Pengembangan Kelembagaan Masyarakat
A. Perbedaan Penting Organisasi dan Lembaga
Sebelum membahas Konsepsi Pengembangan Kelembagaan Masyarakat, mari
kita bahas dulu definisi tentang kelembagaan dan bedanya dengan organisasi.
Definisi Kelembagaan memang cukup membingungkan, makna dan artinya
sering dipertukarkan dengan organisasi. “What contstitutes an
‘institution’ is a subject of continuing debate among social scientist….. The
term institution and organization are commonly used interchangeably and this
contributes to ambiguityand confusion” (Norman Uphhof. 1986).
Menurut
Syahyuti yang dikutip dari http://websyahyuti.blogspot.com/2007/08/kelembagaan-dan-lembaga-dalam.html,
Sebagian besar literatur
hanya membanding-banding apa beda “kelembagaan” dengan “organisasi”. Setidaknya
ada empat bentuk cara membedakan yang terlihat selama ini, yaitu:
(1)
Kelembagaan
cenderung tradisional, sedangkan organisasi cenderung modern (Uphoff, 1986).
Menurut Horton dan Hunt: “... institution
do not have members, they have followers” (Horton dan Hunt, 1984).
(2)
Kelembagaan
dari masyarakat itu sendiri dan organisasi datang dari atas. Tjondronegoro: ”…
lembaga semakin mencirikan lapisan bawah dan lemah, dan organisasi mencirikan
lapisan tengah dengan orientasi ke atas dan kota” (Tjondronegoro, SMP. 1999).
(3)
Kelembagaan
dan organisasi berada dalam satu kontinuum, dimana organisasi adalah
kelembagaan yang belum melembaga (Uphoff, 1986). Pendapat ini sedikit banyak
juga berasal dari dari Huntington yang menyatakan: “Organization and procedures vary in their degree of
institutionalization……Institutionalization is the process by which
organizations and procedures acquire value and stability” (Huntington,
1965). Serta,
(4)
Organisasi
merupakan bagian dari kelembagaan (Binswanger dan Ruttan, 1978). Dalam konteks
ini, organisasi merupakan organ dalam suatu kelembagaan. Keberadaan organisasi
menjadi elemen teknis penting yang menjamin beroperasinya kelembagaan.
Meskipun belum sepakat,
namun dapat diyakini bahwa kelembagaan adalah social form ibarat
organ-organ dalam tubuh manusia yang hidup dalam masyarakat. Kata “kelembagaan”
(Koentjaraningrat, 1997) menunjuk kepada sesuatu yang bersifat mantap (established) yang hidup (constitued) di dalam masyarakat. Suatu
kelembagaan adalah suatu pemantapan perilaku (ways) yang hidup pada suatu kelompok orang. Ia merupakan sesuatu
yang stabil, mantap, dan berpola; berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam
masyarakat; ditemukan dalam sistem sosial tradisional dan modern, atau bisa
berbentuk tradisional dan modern; dan berfungsi untuk mengefisienkan kehidupan
sosial.
Organizations are strutures of recognized and accepted roles,
Institutions are complexes of norms an behaviours that persist over time by
serving collectively (socially) valued purposed.
(Organisasi adalah struktur peran
yang telah dikenal dan diterima. Kelembagaan/pranata adalah serangkaian
norma dan perilaku yang sudah bertahan atau digunakan selama periode waktu
tertentu - yang relatif lama- untuk mencapai maksud/tujuan bernilai
kolektif/bersama atau maksud-maksud yang bernilai sosial)
|
Agung Pramono PW [2]
sebagaimana mengutip dari Simanjuntak:2001, mengilustrasikan dengan sangat
jelas perbedaan Organisasi dan lembaga sebagai berikut:
Ada beberapa tipe kelembagaan (pranata), yaitu:
1.
Ada kelembagaan yang bukan organisasi (institutions that are not organizations)
2.
Ada kelembagaan yang juga merupakan
organisasi (Institutions that are
organizations)
3.
Dan ada organisasi yang bukan
kelembagaan (Organizations that are not
institutions)
Bila dicontohkan dalam sistem pengelolaan keuangan dan perbankan,
berdasarkan skema tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Undang-undang perbankan sebagai suatu
kelembagaan (institution) dalam
rangka penyediaan layanan jasa keuangan sudah menjadi kebutuhan warga bahkan
juga masyarakat di dunia. Segala peraturan didalamnya "membingkai"
norma dan perilaku untuk kegiatan simpan pinjam uang, akan tetapi UU Perbankan
tidak memiliki struktur yanbg dikenal seperti Ketua (direktur) dsb. Oleh karena
itu UU perbankan adalah kelembagaan tapi bukanlah organisasi.
2.
Adalagi organisasi yang bukan lembaga,
yaitu Arisan ibu-ibu di suatu RT. Sudah merupakan organisasi mengingat di
dalamnya sudah ada, ketua, sekretaris, bendahara, dan diakui serta dikenal oleh
warga disitu. Akan tetapi keberadaannya bisa bubar setelah seluruh anggota
arisan mendapat giliran memperoleh uang arisan.
3.
Sedangkan satu lagi adalah Bank. Bank
bisa disebut sebagai organisasi, karena di dalamnya ada sturktur peran yang
sudah dikenal dan diterima oleh semua pihak seperti adanya Direktur, ada Bagian
Kredit dan adapula bagian pelayanan nasabah. Sebagai sebuah kelembagaan, Bank
sebagai penyedia jasa untuk melakukan "simpan-pinjam" uang,
penggunaan jasa Bank sudah menjadi norma dan perilaku masyarakat luas yang
memiliki dan memerlukan uang. Karenanya Bank adalah kelembagaan yang juga
organisasi.
Menyimak hal ini maka sebuah organisasi suatu saat dapat saja menjadi
sebuah kelembagaan, bilamana fungsi dan perannya dalam kaitannya dengan
kepentingan warga diakui luas sebagai suatu norma dan perilaku bersama.
Syahyuti dalam blognya juga menulis bahwa ilustrasi pembeda antara
organisasi dan lembaga/kelembagaan adalah sebagai berikut:
Secara sederhana kita
dapat membedakan dengan begini, Kata "kelembagaan" mesti diikuti
oleh kata kerja, contohnya "kelembagaan penyediaan modal" dst.
Sedangkan, "Organisasi" selalu diikuti oleh kata benda, misalnya
lembaga koperasi, lembaga Gapoktan, dst.
Maka, untuk kelembagaan
penyediaan input usahatani misalnya dapat dijalankan lembaga kelompok tani,
Gapoktan, KUAT, koperasi, dan UPJA. Kelembagaan penyediaan jasa informasi
dapat dilakukan oleh petani secara individual, atau melalui lembaga, yaitu
bisa kelompok tani, bisa Gapoktan, bisa Posyanluh Desa, Klinik Agribisnis,
atau Kelompencapir.
|
B. Pengembangan Kelembagaan Masyarakat (suatu
Konsepsi)
Kelembagaan masyarakat
adalah unsur pembentuk modal sosial masyarakat. Menurut Bank Dunia (1999) modal
sosial lebih diartikan kepada dimensi institusional, hubungan yang tercipta,
norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat.
Modal sosial pun tidak diartikan hanya sejumlah institusi dan kelompok sosial
yang mendukungnya, tapi juga perekat (social glue) yang menjaga kesatuan
anggota kelompok sebagai suatu kesatuan.
Bila merujuk pada
pengertian sebelumnya, maka menurut Agung Pramono:2011[3]
kita bisa memperoleh gambaran tentang apa yang dimaksud dengan pengembangan
kelembagaan. Pengembangan kelembagaan adalah Perencanaan, penataan dan
pembinaan pola perilaku, yang:
1. Mewujudkan adanya inovasi
2. Adanya nilai-nilai baru dengan tujuan inovasi
dan nilai baru tersebut akan mewarnai pola perilaku yang dibina untuk
selanjutnya dicarikan dukungan dari lingkungan
Dengan kata lain merupakan usaha untuk mengadakan perubahan secara
terencana terhadap pola perilaku yang mengacu pada suatu inovasi tertentu
dengan menciptakan perubahan pada sistem mikro dan sistem makro masyarakat
Spektrum pengembangan
kelembagaan menurut Josep W Eaton mencakup hal-hal sebagai berikut:
C. Proses Pelembagaan
Suatu
organisasi suatu saat dapat saja menjadi kelembagaan jika fungsi dan peran
organisasi tersebut dalam kaitannya dengan kepentingan warga diakui sebagai
norma dan perilaku bersama, membutuhkan waktu, dan oleh karena itu butuh: Institutionalizing
(Pelembagaan).
Oleh karenanya Proses pelembagaan adalah bagian akhir yang penting dari sebuah proses pengembangan kelembagaan masyarakat
Menurut Soerjono
Sukanto dan juga Simanjuntak Secara umum proses pelembagaan digambarkan dalam skema sebagai berikut:
Pada tahapan yang pertama, biasa pihak yang akan melembagakan satu kelembagaan menawarkan satu norma baru atau tatanan kepada siapa itu akan dilembagakan. Norma baru ini kemudian diperkenalkan melalui satu proses sosialisasi yang intens. Kemudian setelah diperkenalkan dan disosialisasikan proses alamiah akan membuat apakah norma baru tersebut diterima dan diakui sebagai norma yang mungkin dapat diterapkan di pihak tersebut, sehingga timbul penghargaan pihak-pihak tersebut terhadap norma baru, kemudian ditaati dan pada akhirnya dihayati sebagai norma yang dimiliki mendarah daging, dipelihara dan dijaga sedemikian rupa.
D. Beberapa Salah Kaprah Pengembangan Kelembagaan Masyarakat
Dalam prakteknya Pengembangan Kelembagaan Masyarakat misalnya dalam program-program pemerintah cenderung terjadi salah kaprah seperti sebagai berikut:
- Pada program dgn pendekatan kelembagaan lokal, intervensi formalisasi lembaga bersumber dari pandangan aspek legalisasi formal, padahal jauh lebih penting pengembangan norma dan perilaku positifnya (Kasus LKMD atau LPM bs jadi contoh)
- Langkah formalisasi organisasi kadang bukan merupakan kebutuhan warga tapi kebutuhan para administratur pemb, penanggung jawab proyek, konsultan, Lembaga donor,dll
- Terlalu sering dijumpai untuk membentuk organisasi, pelaksana proyek sudah membuat rancangan AD & ART (Suprastruktur Org) (membangun atap rumah tanpa dinding)
- Pemberdayaan penting dalam pengembangan warga, penyebab ketidakberdayaan adalah oppressive structures (struktur yang menekan). Oppressive structures ini ada pada organisasi karena dia adalah Structure of recognized and accepted roles
[1] Uphoff,
Norman T. 1986. Op.Cit (p.8)
[2] Pramono
PW, Agung, 2011, Pengembangan Kelembagaan Lokal, Management Studio &
Clinic. (p.69)
[3] Pramono
PW, Agung, 2011, Op.Cit (p.89)
No comments:
Post a Comment